Nah, itulah pesan dari film yang baru saja saya tonton. Judulnya “I
Not Stupid Too” (demikian ejaannya, jangan protes karena grammar-nya
salah). Film produksi Singapura ini ternyata sudah dirilis beberapa
tahun lalu (2006). Meski jadul, tapi pertama saya tonton, wah wah wah,
gak berasa mata jadi sembab huhu. Yap, film ini sukses mengaduk-ngaduk
perasaan. Bukan karena kisah cinta tragis ala Titanic, tapi karena film
ini sarat pesan moral dan hikmah, khususnya masalah pendidikan. Selain
itu, film ini juga diselingi unsur komedi yang pas sehingga emosi jadi
terkontrol.
Film besutan sutradara Jack Neo ini konon
(setelah saya googling) merupakan lanjutan dari sekuel pertamanya, “I
Not Stupid”. Pantas saja, dalam judulnya terselip angka 2 meski
dilafalkan “too”. Tapi, saya belum berhasil dapat film pertamanya
huhuhu.
Alkisah, film ini menceritakan kehidupan dua keluarga yang penuh
dengan masalah. Keluarga pertama adalah keluarga kakak beradik, Jerry
(Ashley Leong) yang masih SD dan Tom (Shawn Lee) yang sudah duduk di
SMA, meskipun seragamnya kayak anak SMP hehe). Ibunya, Mrs. Yeo (Xiang
Yun), seorang editor majalah terkenal. Ayahnya, Mr. Yeo (Jack Neo),
seorang pekerja yang super sibuk di sebuah perusahaan. Mereka berasal
dari keluarga berada, meski kedua suami istri itu hanya memiliki waktu
yang sangat terbatas untuk kedua anak laki-lakinya. Di rumahnya, mereka
tinggal bersama neneknya dan seorang pembantu yang parahnya berasal dari
INDONESIA (TKW main film hihi) bernama Yati.
Jerry anak yang pintar. Di sekolahnya, ia mendapat nilai tertinggi.
Namun, kedua orangtuanya tidak pernah sama sekali memujinya. Ironisnya,
mereka malah memarahinya karena nilai Jerry tak pernah lebih baik dari
sebelumnya. Lain lagi dengan kakaknya, Tom. Ia hobi ngeblog
sampai-sampai ia mendapat penghargaan sebagai blogger terbaik. Eh,
lagi-lahi sang Ibu tak menyukainya dan malah memarahinya kalau blogging
bukanlah kegiatan berguna.
Keterbatasan komunikasi di antara anak dan orangtua itu membuat
kakak-adik itu juga tak akur. Apabila kedua anak itu memiliki keinginan
yang hendak dibicarakan pada orangtua, mereka hanya menulis di atas
kertas dan menempelkannya di kulkas. Misalnya, ketika Jerry yang
terpilih jadi pemeran utama di drama sekolahnya, hendak
memberitahukannya pada ibu dan ayahnya. Sayang, kertas itu tertiup angin
dan jatuh terinjak.
Keluarga kedua adalah Cheng Chang (Joshua Ang) dan ayahnya, Mr. Lim
(Huang Yiliang). Cheng Chang adalah teman baik dan sekelas Tom. Berbeda
dengan sahabatnya, ia hidup sederhana—bahkan miskin. Hobinya bela diri
dan cita-citanya ingin seperti Jet Li. Sayang, ayahnya marah besar dan
melarangnya meniru tokoh kesenangan anaknya itu. Apabila Cheng Chang
berbuat salah, ayahnya yang mantan narapidana dan cacat itu memukulinya.
Kebiasaan dikasari itu membuat Cheng Chang berani melawan gurunya.
Hingga suatu saat, Tom yang ketahuan membawa film porno dimarahi
gurunya dan dibela Cheng Chang. Kekacauan di kelas saat razia handphone
itu berujung dengan dihukumnya kedua sahabat itu. Jerry mendapat hukuman
pukul dengan rotan, sedangkan Cheng Chang dikeluarkan sekolah karena
terlalu sering berbuat ulah. Wah, kebayang kan, betapa murkanya kedua
orangtua dari anak tersebut!
Keadaan yang semakin tidak nyaman tersebut membuat kedua anak SMA itu
akhirnya berkomplot dengan sebuah genk. Mereka berdua terlibat aksi
pencurian yang belakangan diketahui dimotori oleh genk itu sendiri yang
hendak memeras Tom yang notabene berasal dari keluarga kaya.
Selain kedua ABG tersebut yang mencuri, ternyata si bocah Jerry juga
nekad mencuri uang di kantin sekolahnya. Jerry selama ini susah payah
mengumpulkan uang untuk membeli tiket pertunjukan dramanya karena
gurunya terus-terus menanyakan kedua orangtuanya yang tak kunjung
memastikan, akankah datang atau tidak. Jerry terpaksa mencuri untuk
membelikan orangtuanya tiket tersebut.
Wah, kepanjangan deh kalau diceritakan semua. Yang jelas, penonton
siap-siap saja berkucuran air mata melihat konflik anak-orangtua
tersebut. Apalagi, tragisnya ayah Cheng Chang meninggal dunia setelah
menyelamatkan Cheng Chang. Kedua orangtua Jerry pun tak kuasa menahan
sesal saat membaca curahan hati Tom di blognya.
Di sisi lain, orangtua berbuat demikian tentu demi kebaikan anaknya.
Hanya saja, cara penyampaiannya yang kurang tepat dan kurang pas di hati
anak. Ini terbukti saat ayah Cheng Chang yang keras dengan susah payah
membeli tas untuk mengganti tas anaknya yang rusak akibat bertengkar.
Yah, meskipun tas tersebut adalah tas paling murah dan bergambar kartun
yang tentu gak cocok banget buat anak SMA seperti Cheng Chang. Bahkan,
saat Cheng Chang dikeluarkan sekolah, ayahnya rela berkeliling Singapura
hanya untuk memperjuangkan nasib anaknya.
Yang jelas film ini sangat cocok ditonton untuk para orangtua dan
guru. Kenapa guru? Karena di dalamnya tidak hanya mengisahkan konflik
anak-orangtua, tapi menggambarkan realita pendidikan di Singapura yang
diskriminatif. Salah satu pesannya agar guru lebih bijak menghadapi
murid. Ini pun tentu sesuai dengan kondisi pendidikan di tanah air, di
saat banyak kasus kekerasan dalam hukuman terhadap murid dan perlakuan
tidak adil bagi murid berkemampuan di bawah rata-rata.







